Symptoms of Swine Flu

Tuesday, September 29, 2009

Indonesia to produce A/H1N1 flu vaccine

JAKARTA, Sept. 28 (Xinhua) --
Indonesia is to produce vaccine to stop the further spread of the A/H1N1 viruses that have killed 10 people and infected more than 1,000 others in the country, a senior official of the Health Ministry said here on Monday.

The plan comes after the United Nations recently asked major vaccine producer firms in the world, including Indonesia's drug maker Biofarma, to produce the vaccine, Director General of Disease Control and Environmental Health of the ministry Tjandra Yoga Aditama said.

"As the World Health Organization (WHO) has said that the world could only produce 3 billion doses of the flu vaccine out of 5 billion doses expectation. So, we will produce the vaccine," Yoga told Xinhua at his office when asked whether Indonesia will produce the A/H1N1 flu vaccine.

But, it had not been determined yet the amount of the vaccines to be produced by Biofarma and whether Indonesia would join other countries move to donate the vaccine to under developed countries, he said, adding "Let's wait until two months after the preparation process is completed, then all will be clear, such as the amount of the vaccine to be produced, whether they are only for us or to be given to other countries."

The director said that the development of the A/H1N1 influenza virus has often unpredictable, but his ministry would keep closely to watch it.
Sumber : www.chinaview.cn

Thursday, September 24, 2009

Kematian Pertama di AS Akibat Virus West Nile

Kamis, 24 September 2009 12:08 WIB .

San Francisco (ANTARA News) - Seorang perempuan yang berusia 71 tahun diduga menjadi orang pertama di negara bagian Washington, AS, yang meninggal akibat virus West Nile tahun ini, demikian laporan media lokal, Rabu, seperti dilaporkan Xinhua.

Perempuan itu, yang berasal dari kota Sunnyside, meninggal Sabtu lalu, dan suaminya mengatakan beberapa dokter memberi tahu dia bahwa istrinya adalah korban virus West Nile, kata Yakima Herald-Republic, surat kabar negara bagian Washington, dalam satu laporan.

Pemeriksaan awal memperlihatkan perempuan tersebut mungkin telah terinfeksi virus West Nile, tapi beberapa pejabat kesehatan mengatakan banyak contoh telah dikirim ke laboratorium U.S. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan hasil akhir masih ditunggu.

Jika dikonfirmasi, itu akan menjadi kematian pertama pada manusia akibat virus West Nile di negara bagian Washington dan kesembilan di Amerika Serikat tahun ini.Keterangan yang disiarkan di laman CDC menyatakan sebanyak delapan orang di engara bagian Idaho, Indiana, Mississippi, New Mexico, Teksas, dan Wyoming, AS, meninggal akibat virus West Nile sepanjang tahun ini.

Virus West Nile biasanya disebarkan ke manusia oleh nyamuk yang menghisap darah burung yang terinfeksi, dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala, demam tinggi, tengkuk kaku, pingsan, pelupa, gemetar, sawan, otot lemah, lumpuh dan koma.

Meskipun virus tersebut takkan membuat sakit sebagian besar orang yang terinfeksi, virus itu dapat mengakibatkan kematian dalam kasus langka, kata beberapa ahli kesehatan.

Sumber : Antara OL

Tuesday, September 8, 2009

Badan POM RI Luncurkan Mobil Laboratorium Keliling

08 Sep 2009

Maraknya peredaran makanan/minuman, obat dan kosmetik yang mengandung bahan berbahaya membuat Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) RI meningkatkan pengawasan dan pengamanan barang-barang tersebut yang beredar di masyarakat. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Badan POM RI dr. Husniah Rubiana Thamrin Akib, MS, MKes, SpFK saat peluncuran mobil laboratorium keliling pada Senin, 7 September 2009 di kantor Badan POM, Jakarta.

Peluncuran mobil laboratorium keliling ini dilakukan untuk membantu mengurangi hambatan-hambatan seperti jarak yang jauh, kemacetan, dan waktu tempuh saat Badan POM melakukan pemeriksaan atau sampling di berbagai lokasi. Selama ini proses tersebut dilakukan dengan cara pihak Badan POM mendatangi lokasi yang dimaksud, mengambil sampel dan kemudian dikirim ke laboratorium di kantor Badan POM. Dengan adanya mobil laboratorium keliling ini, maka pemeriksaan tersebut dapat dilakukan saat itu juga di lokasi dengan menggunakan peralatan yang tersedia pada laboratorium keliling, ujar dr. Husniah.
Menurut dr. Husniah laboratorium keliling ini dapat difungsikan untuk pengawasan makanan yang mengandung bahan berbahaya, pengawasan kosmetik yang mengandung bahan berbahaya, pengawasan obat palsu, pengawasan produk Tanpa Ijin Edar (TIE), serta pengawasan produk kadaluarsa. Saat ini pengawasan difokuskan pada makanan yang mengandung bahan berbahaya seperti Formalin, Borax, Rhodamin B, Methanyl Yellow, Arsen, Sianida, Residu Pestisida dan pengawasan parsel lebaran dari makanan kadaluarsa serta makanan yang mengandung unsur haram dalam agama Islam.
Laboratorium keliling yang diluncurkan saat ini berjumlah 8 unit, 7 unit akan dioperasikan di wilayah DKI Jakarta dan 1 unit akan dioperasikan di wilayah Serang. Dr. Husniah berharap agar laboratorium keliling ini juga dapat segera direalisasikan di seluruh Indonesia. Bagi masyarakat yang ingin mendapatkan informasi lebih lanjut, serta menemukan hal-hal yang mencurigakan dan perlu disampaikan, agar menghubungi Unit Layanan Pengaduan Konsumen (UPLK) Badan POM RI di nomor telepon 021-4263333, SMS 021-32199000, atau e-mail uplk@pom.go.id

Sunday, September 6, 2009

Penyakit Campak Mengancam


Ratusan Ribu Bayi Tidak Mendapat Vaksinasi

Senin, 7 September 2009 | 03:10 WIB

Jakarta, Kompas - Dibandingkan dengan 10 tahun lalu, cakupan beberapa imunisasi rutin yang wajib diberikan sesuai program pemerintah cenderung menurun. Hal ini mengakibatkan sejumlah penyakit infeksi pada bayi, seperti campak, belum teratasi dan masih mengancam bayi yang tidak diimunisasi.

Sejumlah daerah belum optimal melakukan imunisasi, dengan cakupan kurang dari 90 persen pada tahun 2008. Untuk imunisasi campak di Papua, misalnya, baru tercakup 60,7 persen, Sulawesi Barat 77,6 persen, dan Nusa Tenggara Timur 74,2 persen. Campak merupakan penyakit yang ditandai oleh demam tinggi dan adanya bintik-bintik merah. Penyakit ini di dunia membunuh satu dari 1.000 kasus infeksi.

Tidak tercapainya target imunisasi hingga mencakup semua bayi, di beberapa daerah, antara lain disebabkan pemahaman masyarakat yang masih terbatas bahkan keliru terhadap imunisasi, terutama di perkotaan. Adapun di pedesaan karena minimnya infrastruktur dan rendahnya cara hidup sehat.

”Keberhasilan program imunisasi sangat tergantung dari kesiapan petugas kesehatan, tingkat kesadaran masyarakat, dan alat untuk menjamin efektivitas vaksin,” kata Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Tjandra Yoga Aditama, Sabtu (5/9) di Jakarta.

Lima imunisasi wajib

Upaya imunisasi di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1970-an pada bayi dan anak. Sesuai program imunisasi pemerintah, ada lima jenis imunisasi yang wajib diberikan kepada bayi usia 0-11 bulan, yaitu polio, BCG, hepatitis B, DPT, dan campak.

Adapun imunisasi yang dianjurkan adalah MMR, Hib, tifoid, hepatitis A, varisela, PPV, dan pneumokokus (IPD).

Beberapa manfaat imunisasi yang wajib diberikan itu antara lain vaksin hepatitis B mencegah infeksi hepatitis B, vaksin BCG untuk menghindari tuberkulosis berat, vaksin DPT untuk mencegah difteri, batuk rejan (pertusis) dan tetanus. Adapun vaksin polio untuk menghindari penyakit polio.

Namun, cakupan imunisasi yang wajib diberikan itu menurun beberapa tahun terakhir dibandingkan dengan 10 tahun lalu. Sebagai contoh, cakupan imunisasi DPT tahun 1997 secara nasional mencapai 100 persen atau lebih, sedangkan tahun 2008 cakupannya turun menjadi 91,6 persen. Dengan sasaran imunisasi pada bayi sekitar 5 juta anak, ini berarti ada sekitar 420.000 bayi tidak mendapat vaksin DPT.

Kondisi ini menyebabkan sejumlah penyakit infeksi pada anak balita belum bisa diatasi hingga tak ada lagi kasus. Sebagai contoh, angka kasus campak tahun 2007 berjumlah 18.488 orang. Polio muncul tahun 2005 setelah tidak ditemukan sejak tahun 1995 meski berhasil dieliminasi setelah imunisasi nasional.

Mencegah infeksi

Imunisasi merupakan hal mendasar untuk diberikan kepada setiap anak. ”Masa depan bangsa ditentukan anak saat ini. Karena itu, salah satu sasaran Millennium Development Goals 2015 adalah menurunkan angka kematian bayi dan anak balita, membasmi berbagai penyakit infeksi,” kata Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Bagriul Hegar.

Sejauh ini, kematian anak di bawah usia satu tahun di Indonesia sangat tinggi. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, angka kematian bayi tahun 2007 adalah 34 per 1.000 kelahiran hidup. ”Angka kematian bayi di Indonesia tertinggi di antara negara ASEAN,” ujar Sri Rezeki S Hadinegoro, Ketua Satuan Tugas Imunisasi IDAI.

Sekitar 75 persen dari kematian bayi di bawah umur 1 tahun karena infeksi saluran napas akut (ISPA), komplikasi perinatal (bayi umur 0-28 hari), dan diare. Karena itu, upaya mengatasi ketiga penyebab utama kesakitan dan kematian itu harus diutamakan. Banyak penyakit terkait ISPA bisa dicegah dengan imunisasi, antara lain campak, pertusis, Hib, dan pneumokokus.

Imunisasi juga mencegah penyakit di masa depan. Sebagai contoh, hepatitis B pada bayi bisa mencegah kanker hati pada usia produktif. Karena 90 persen bayi yang dilahirkan ibu dengan infeksi hepatitis B akan terinfeksi virus itu, 95 persen di antaranya berkembang menjadi kronik dan kanker hati.

”Pemberian vaksin dapat melindungi anak dari serangan berbagai penyakit infeksi yang bisa menyebabkan kematian dan kecacatan. Imunisasi merangsang sistem imunologi tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit,” kata Sri Rezeki.

Keuntungan vaksin dapat dirasakan secara individu, sosial, dan menunjang sistem kesehatan nasional. Jika seorang anak telah mendapat vaksinasi, 80-95 persen akan terhindar dari penyakit itu. Hal ini memutus rantai penularan penyakit dari anak ke anak lain atau orang dewasa yang hidup bersama, menurunkan biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit, mencegah kematian dan kecacatan seumur hidup.

Terus dilakukan

Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengatakan, pemerintah terus melakukan kegiatan vaksinasi. ”Itu terus berlanjut di seluruh Indonesia,” katanya.

Mengenai adanya kelompok dalam masyarakat yang menolak imunisasi, Menkes menyatakan, penolakan memang pernah terjadi, tetapi sekarang ini sudah jauh berkurang. ”Saya lakukan pendekatan kepada mereka selama dua tahun,” kata Menkes.

Menkes menyatakan, empat vaksin wajib seperti polio, DPT, campak, dan BCG adalah produksi dalam negeri. Karena itu, saat melakukan pendekatan kepada kelompok-kelompok yang menolak vaksin tersebut, ia menjelaskan bahwa keempat vaksin diproduksi oleh Bio Farma. Bio Farma sudah mengekspor vaksin produksinya dan sudah menguasai 35 persen pasar dunia.

Tjandra Yoga menyatakan, cakupan imunisasi tidak menurun, tetapi berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada hepatitis B, penurunan cakupan imunisasi tahun 2007 terjadi karena perubahan kebijakan, yaitu menggabungkan DPT dan hepatitis B apabila bayi sudah berusia di atas tujuh hari.

Keberhasilan imunisasi rutin bergantung pada petugas kesehatan, kesadaran masyarakat, dan alat penyimpan vaksin. Sejak desentralisasi sektor kesehatan, dana operasional imunisasi dilimpahkan ke daerah, pemerintah pusat bertanggung jawab atas pengadaan dan distribusi logistik vaksin ke semua provinsi.

Dalam menjalankan program imunisasi rutin, kendala yang dihadapi adalah banyak posyandu yang tidak aktif lagi di banyak daerah. Karena itu, revitalisasi posyandu mulai dilakukan agar bayi terpantau kesehatannya dan mendapat imunisasi lengkap. (EVY/LOK)

Sumber : Kompas Cetak

Pencapaian Program 2007 Seksi Karantina & SE KKP Kelas II Medan

Menkes di Embarkasi MES

Menkes di Embarkasi MES

Menkes, Wakil Kadiskes SUMUT & Kepala KKP Medan

Menkes, Wakil Kadiskes SUMUT & Kepala KKP Medan

Dirjen di Embarkasi MES

Dirjen di Embarkasi MES

Peserta ATLS dari KKP se-Indonesia

Peserta ATLS dari KKP se-Indonesia